Denpasar - Sekitar 70 jurnalis di Denpasar, Minggu (22/8), menggelar aksi solidaritas dan keprihatinan atas tewasnya Ridwan Salamun, koresponden SUN TV di tual, Maluku. Serangan terhadap Ridwan dianggap sebagai teror dan ancaman ketika wartawan sedang bekerja untuk memenuhi hak publik atas informasi.
Aksi diawali dengan pembacaan pernyataan sikap bersama yang meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus itu. "Sebagaimana yang sudah dilakukan dalam kasus pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa," sebut pernyataan itu.
Dalam pernyataannya, Jurnalis Bali meminta perusahaan media untuk lebih bertanggungjawab dalam melakukan perlindungan terhadap jurnalis, khususnya yang bertugas di daerah konflik. Mereka harus dibekali dengan asurasni dan pelatihan melakukan peliputan saat konflik pecah.
Koordintaor Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali Putu Setiawan menegaskan, tidak boleh ada lagi korban dari wartawan yang melakukan peliputan. "Sebagus apapun berita kalau pulang dalam kantong mayat akan tidak ada artinya," tegasnya. Wartawan, kata dia, harus bisa menyeimbangkan antara kemampuan mencari berita dengan menyelamatkan dirinya sendiri.
Acara diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh Agus Indra Udayana dari Pesantian Asrham Gandhi Bali dengan tradisi Hindu. Setelah itu, para wartawan menandatangani spanduk yang bertuliskan "Stop Kekerasan terhadap Wartawan". Selanjutnya spanduk dipasang di Jalan Diponegoro Denpasar disertai dengan karangan bunga. Para jurnalis lalu diberi kesempatan melakukan aksi tabur bunga. (sumber)
Aksi diawali dengan pembacaan pernyataan sikap bersama yang meminta Kepolisian Republik Indonesia untuk mengusut tuntas kasus itu. "Sebagaimana yang sudah dilakukan dalam kasus pembunuhan wartawan Radar Bali AA Narendra Prabangsa," sebut pernyataan itu.
Dalam pernyataannya, Jurnalis Bali meminta perusahaan media untuk lebih bertanggungjawab dalam melakukan perlindungan terhadap jurnalis, khususnya yang bertugas di daerah konflik. Mereka harus dibekali dengan asurasni dan pelatihan melakukan peliputan saat konflik pecah.
Koordintaor Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bali Putu Setiawan menegaskan, tidak boleh ada lagi korban dari wartawan yang melakukan peliputan. "Sebagus apapun berita kalau pulang dalam kantong mayat akan tidak ada artinya," tegasnya. Wartawan, kata dia, harus bisa menyeimbangkan antara kemampuan mencari berita dengan menyelamatkan dirinya sendiri.
Acara diakhiri dengan doa bersama yang dipimpin oleh Agus Indra Udayana dari Pesantian Asrham Gandhi Bali dengan tradisi Hindu. Setelah itu, para wartawan menandatangani spanduk yang bertuliskan "Stop Kekerasan terhadap Wartawan". Selanjutnya spanduk dipasang di Jalan Diponegoro Denpasar disertai dengan karangan bunga. Para jurnalis lalu diberi kesempatan melakukan aksi tabur bunga. (sumber)
Tidak ada komentar: